Sabtu, 14 Maret 2015

DUNIA TEMPAT BERCOCOK TANAM DAN AKHERAT LEBIH KEKAL

MAKALAH REVISI
“ DUNIA TEMPAT BERCOCOK TANAM DAN AKHERAT LEBIH KEKAL ”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester IV
Mata Kuliah Qur’an Hadits I
Dosen Pengampu :
Dr. H. Zeid B. Smeer, Lc, M.A


Disusun oleh :
Saiful Rijal (13110113)
M. Hanif Rivai (13110060)
M. Zakariya (13110027)
( KELAS : PAI A )
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan pengetahuan yang dimiliki, kami mencoba membuat makalah ini dengan judul “Potensi-potensi Dasar (fitrah) Manusi, Tugas dan Implikasinya terhadap Pendidikan” guna memenuhi tugas pada mata kuliah “Qu’an Hadits”.
 Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang yakni Agama Islam.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada “Dr. H. Zeid B. Smeer, Lc, M.A” selaku dosen pengampu bidang studi yang telah memberikan motivasi dan bimbingan kepada kami dalam penyusunan makalah ini, khususnya bagi kami yang masih serba kekurangan dalam pemahaman materi.
Kami telah berusaha maksimal untuk menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin, dan apabila ada kesalahan atau kekurangan dalam makalah ini, kami mohon maaf. Oleh karena itu, segala kritik dan saran demi perbaikan makalah ini sangat kami harapkan.
Akhirnya kami menyampaikan terima kasih yang banyak kepada semua pihak yang telah membantu kami, semoga segala amal baiknya selalu mendapat pahala dari Allah Swt., Amin.
Malang, 25 Februari 2015

Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN
       1.1    Latar Belakang 1
       1.2    Rumusan Masalah 1
       1.3    Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN
Kehidupan setelah dunia adalah akherat yang lebih kekal dan lebih abadi 2
Kehidupan dunia hanyalah lahan tempat bercocok tanam ( Mazra’ah ) bagi kehidupan Akherat
BAB III PENUTUP
       Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA iii
BAB I
PENDAHULUAN
  Latar Belakang
Kaum muslimin rahimatumullah, Allah SWT membagi kehidupan menjadi dua bagian yakni kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang dilakukan manusia di dunia akan berdampak dalam kehidupan akhirat enak dan tidaknya kehidupan seseorang sangat bergantung pada bagaimana ia menjalani kehidupan di dunia ini. Manakala manusia beriman dan beramal shaleh dalam kehidupan di dunia ia pun akan mendapatkan kenikmatan dalam kehidupan di akhirat.
Manusia hidup di dunia ini sebagai kholifah dan hanya sementara waktu sedangkan akherat merupakan tempat tujuan akhir yang kekal dan abadi. Esensialnya akherat tempat sesungguhnya kita berada saat nabi adam diciptakan dan berada di surga. Dunia yang fana ini hanyalah tempat kita mencari bekal perjalan ke akherat nanti. Kita diperintah untuk menjaga dunia beserta isinya untuk dimanfaatkan oleh manusia dan agar manusia bisa megambil hikmah dan pelajaran dari dunia ini sehingga mau memikirkan kekuasaan Allah Swt.
Hanya manusia yang mau berfikir dan taat kepada perintah Allah Swt yang akan memanen atau menuai hasil kebaikan yang telah di tanam di dunia ini sebab orang-orang yang hanya bermain-main di dunia ini tidak akan mendapatkan sesuatu apapun kecuali rasa lelah dan capek sehingga kita di perintah untuk berlomba-lomba dalam urusan akherat. Manusia dilarang untuk Berbuat kerusakan (merusak alam ) karena alam ini hanya titipan Allah Swt utnuk di manfaatkan sehingga orang yang berbuat kerusakan di ancam oleh Allah Swt siksaan yang amat pedih.
   Rumusan Masalah
Bagaimana kehidupan setelah kehidupan dunia yang lebih kekal dan abadi?
Bagaimana kehidupan dunia ini hanyalah tempat bercocok tanam ?
   Tujuan
Menjelaskan kehidupan setelah kehidupan dunia yang lebih kekal dan abadi
Menjelaskan kehidupan dunia ini hanyalah tempat bercocok tanam (Mazraah) bagi kehidupan akherat.


BAB II
PEMBAHASAN
Kehidupan setelah dunia adalah akherat yang lebih kekal dan lebih abadi.
Dunia ini merupakan tempat manusia mencari bekal untuk menuju tempat yang lebih kekal dan abadi. Untuk mencapai itu semua manusia harus berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan segala perintah dan meninggalkan segala larangan Allah Swt.
Kebanyakan manusia tergoda dan terfokus pada dunia ini seakan-akan tidak akan ada kehidupan setelahnya. Mereka mengumpulkan harta seolah-olah tidak akan mati. Kita sebagai orang islam harus pandai mengelola kehidupan dunia ini.
Setiap orang beriman pasti akan menyadari bahwa ketika ia hidup di dunia ini, ia akan hidup dalam batas waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh pencipta-Nya, Allah SWT. Usia manusia berbeda satu sama lainnya, begitu juga amal dan bekalnya. Setiap orang yang berimanpun amat menyadari bahwa mereka tidak mungkin selamanya tinggal di dunia ini. Mereka memahami bahwa mereka sedang melalui perjalanan menuju kepada kehidupan yang kekal abadi. Sungguh sangat berbeda dan berlawanan sekali dengan kehidupan orang-orang yang tidak beriman.
Pada hakikatnya sesungguhnya Allah SWT. menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Maka selayaknya kita sebagai hamba Allah SWT. harus benar-benar ta’at kepada segala perintah-Nya, dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.
            Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk menuju jalan yang diridhoi Allah SWT. Dan untuk memperoleh derajat yang tinggi disisi Allah SWT. tentunya melewati beberapa rintangan. Sesungguhnya setan tidak pernah bosan dan tidak pula letih dalam memperdaya manusia. Ada tujuh jalan yang darinya setan dapat masuk ke dalam hati dan memperdayainya.
Kehidupan dunia ini merupakan jembatan penyeberangan, bukan tujuan akhir dari sebuah kehidupan, melainkan sebagai sarana menuju kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan akhirat. Karena itu, Alquran menamainya dengan beberapa istilah yang menunjukkan hakikat kehidupan yang sebenarnya.
 al-hayawan (kehidupan yang sebenarnya)
dar al-qarar (tempat yang kekal).
dar al-jaza’ (tempat pembalasan).
 dar al-muttaqin (tempat yang terbaik bagi orang yang bertakwa).
Dengan demikian, setelah manusia mengetahui akan hakikat kehidupan yang sebenarnya, mereka akan memberikan perhatian yang lebih besar pada kehidupan akhirat yang kekal daripada kehidupan dunia yang fana ini. Sebab, “Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang.” (QS ad-Dhuha [93]: 4)
Oleh karena itu, “Sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu. Mereka mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci, dan mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah [2]: 25). Wallahu a’lam.

Penjelasan Surat Al-Ankabut ( 64 )
Pada Surat Al-Ankabut ayat 64 ini menjelaskan tentang kehidupan dunia yang hanya sementara dan manusia sering melalaikan akan kewajibannya sebagai khalifah dan beribadah kepada Allah Swt dan Akheratlah tempat yang kekal dan abadi :
Qs. Al-Ankabut 64    
           
       
dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.
 Per kalimat :
 :        
“Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main”
Kehidupan dunia ini banyak melupakan dan membutakan manusia akan akherat dengan segala kemewahan yang ada dan juga memalingkan manusia untuk menyiapkan bekal menuju akherat yang abadi. Dunia ini hanyalah tempat beribadah dan menanam kebaikan untuk semua manusia yang mau taat menjalankan perintah Allah  sedangkan orang-orang yang tidak mau taat terhadap perintah Allah dan  terlalu sibuk dengan dunianya, bekerja siang malam seperti halnya anak kecil yang bermain sepanjang hari kemudian pulang tanpa membawa sesuatu apapun kecuali capek dan lelah.
     
“ Dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, ”
Maka seharusnya kita berbuat amal shalih sebagai bekal untuk kehidupan akherat yang kekal dan pantas pantas untuk di perlombakan oleh manusia karena tempat yang kekal dan abadi bukan malah terlena oleh dunia yang fana ini.
       
Jika kita mengetahui bahwa akherat adalah tempat yang lebih baik dari pada mengejar dunia yang dapat memalingkan dari akherat maka kita akan senantiasa berbondong-bondong untuk mempersiapkan bekal untuk kehidupan abadi kita. Sedangkan orang yang masih belum mengerti akan kekalnya akheratnya obatnya adalah ilmu.
Kehidupan dunia hanyalah lahan tempat bercocok tanam ( Mazra’ah ) bagi kehidupan Akherat.
Dalam surat ini kita diperintahkan untuk mengetahui bahwasanya didalam dunia itu kita mencari bekal untuk akherat tetapi kita tidak meninggalkan kebahagiaan dunia dan hanya fokus terhadap akherat
Surat Al Qashas ( 77 )
                               

 “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”
     
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat”
Anjuran untuk mencari (kesenangan) kampung akherat dengan harta yang di berikan kepada kita sebagai umatnya untuk melakukan kebaikan bukan malah sebaliknya terlena dengan kehidupan dunia dan melupakan akherat seperti halnya qorun.
   
“dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi”
Jangan lupa bahwasanya dunia itu sementara dan ladang untuk menanam kebaikan yang akan kita petik buahnya nanti di akherat disamping itu kita tidak boleh mengabaikan kehidupan duniawi.
     
“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu ”
Anjuran untuk senantiasa berbuat baik terhadap sesama makhluk allah karena manusia tempat salah dan dosa maka dari itu kita dianjurkan oleh allah untuk senantiasa meniru sifat-sifat allah yakni saling membantu dan bersimpati terhadap orang lain sebagaimana allah telah berbuat baik terhadap kita.
Contohnya  kita di beri kelengkapan panca indra dan kebutuhan kita dipenuhi oleh allah dan kita sebagai manusia harus menginstopeksi hal tersebut agar kita mudah bersyukur kepada allah dan senantiasa berbuat kebaikan di segala kondisi.
             
“ dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”
Kita tidak boleh merusak alam ini karena kita diciptakan sebagai kholifah yang harus senantiasa menjaga merawat dan melesatarikan alam baik yang ada di darat maupun di laut.Juga karena kita hidup di dunia ini hanya penghuni sementara dan hanya titipan allah kepada manusia untuk di lestarikan. Allah membenci orang-orang yang berbuat kerusakan karena allah maha sempurna dan juga menginginkan manusia melestarikan apa yang telah dianugrahkan olehnya bukan malah merusaknya.
Kandungan secara umum :
Kita berusaha mencari yang telah dianugrahkan Allah berupa harta untuk mendapatkan kebahagiaan akherat dengan bersedekah dan berinfak di jalan allah seperti membangun masjid, sekolah, panti asuhan, wisma persinggahan dan lainnya untuk tempat yang baik.
Namun jangan melupakan kehidupan dunia seperti makan, minum dan memakai pakaian yang indah dengan sewajarnya ( tidak berlebihan ) agar dalam diri kita tidak timbul sifat sombong yang dapat merusak segala amalan ibadah kita.
Disamping berusaha mencari nikmat allah kita disuruh untuk memperbaiki ibadah dan ketaatan kita terhadap Allah Swt serta senantiasa berbuat baik terhadap sesama makhluk Allah Swt dalam Ucapan, tingkah laku dan perbuatan.
Kita dilarang untuk membuat kerusakan di muka bumi ini maksudnya bukan hanya merusak lingkungan saja tetapi juga meninggalkan segala perintahnya dan melakukan yang dilarangnya. Karena allah tidak meyukai hal tersebut dan bila ada seseorang yang menyukai kerusakan dan senantiasa berbuat kerusakan maka Allah akan memberikan azab yang pedih kepadanya di dunia maupun di akherat
Surat Al Hadid (20)
ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ كَمَثَلِ غَيۡثٍ أَعۡجَبَ ٱلۡكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصۡفَرّٗا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمٗاۖ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٞ شَدِيدٞ وَمَغۡفِرَةٞ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٞۚ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ ٢٠
“ Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu
     
“ Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan perhiasan “
Kehidupan dunia ini seperti hayalan, tidak ada manfaatnya dan cepat hilang dan juga perhiasan yang dipakai manusia untuk mempercantik diri akan berubah dan hilang.
       
“ dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak ”
Semua itu tidak akan lepas dari hakikatnya, yaitu sesuatu yang sia-sia, main-main perhiasan, berbangga-bangga dan berbanyak-banyak dalam masalah anak dan harta.
Kita dilarang memperbanyak anak jika kita tidak mampu mendidik dan mengarahkan dalam hal kebaikan yang nantinya justru menjerumuskan kita nanti di akherat. Dan harta yang banyak membawa kita kedalam jurang kemaksiatan serta kita tidak menggunakannya di jalan Allah.
   
“ seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning”
Permisalan cepat hilangnya dunia dan pemiliknya tidak mendapatkan apa-apa di hari kiamat kelak adalah seperti hujan yang menumbuhkan tanaman yang sangat di kagumi oleh para petani, namun hal itu tidak berlangsung lama karena kehidupan akheratlah yang abadi dan kekal.
         
Kemudian tanaman tersebut mengering dan kamu lihat warnanya menguning ketika waktu panen telah tiba.Akan berubah dengan cepat menjadi tanaman yang kering dan hancur.
       
Kenikmatan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu, bukan kesenagan yang hakiki.
Jadi seharusnya kita mampu memahami akan hal tersebut sehingga kita tidak tertipu dengan tipuan dan gemerlap dunia dan memprioritaskan akherat.
Kandungan Ayat :
Pengarahan dan bimbingan kepada orang-orang yang beriman terhadap sesuatu yang akan menambah kesempurnaan dan kebahagiaan di dunia dan akherat.
Larangan untuk selalu memfokuskan perhatian kepada dunia karena dapat menyebabkan hati menjadi lalai akan akherat.
Hasil yang diperoleh ketika kita memperbanyak urusan dunia akan berakhir dengan kejelekan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan


Dunia merupakan tempat tinggal manusia sementara yang didalamnya terdapat kemewahan dan perhiasan, kita sebagai manusia tidak boleh terlena akan hal tersebut karena kehidupan dunia cuma saran dan jembatan menuju akherat. Dan kita sebagai orang islam harus mengetahui dan memahami akan hal tersebut agar kita selamat dunia dan akherat.
Disamping hal itu kita tidak boleh meninggalkan bahkan acuh tak acuh terhadap kehidupan dunia karenahal tersebut juga penting meskipun hanya semetara. Dan kita harus bisa mengambil faedah dan hikmah dari dunia ini supaya kita bisa manusia yang beruntung di dunia dan di akherat.
Kita jadi dunia sebagai ladang untuk menanam segal kebaikan untuk kebahagian di kehidupan kekal kita di akherat kelak.
 

DAFTAR PUSTAKA
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar Jilid 5, Darus sunnah, 2004, jakarta
Terjemah Singkat Ibnu Katsir Jilid 4, Cetakan Pertama. 1988. Surabaya: Pt Bina Ilmu
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 1989. Ringkasan Tafsir Inbu Katsir (Taisiru
Al-Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir), Jilid 4. Riyadh: Maktabah Ma’arif.
http://vhivieeladawea.blogspot.com/2012/04/ayat-ayat-tentang-akhirat.html
Al-Qur’an danTerjemahan, Mushaf Al-Azhar( Qs 29 : 64 )


ALLAH TUHAN DAN PENCIPTA ALAM SEMESTA

MAKALAH REVISI
ALLAH TUHAN DAN PENCIPTA ALAM SEMESTA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester IV
Matakuliah Qur’an Hadis 1
Dosen Pengampu :
Dr. H. Zeid B. Smeer, Lc, M.A












Disusun Oleh :Kelompok 1
Moh. Dahlan Asnawi ( 13110086 )
AdelinaDamayanti ( 13110034 )
 ( PAI A )




JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmad dan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Allah Tuhan dan Pencipta Alam Semesta” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah Qur’an Hadis 1. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penlis peroleh dari buku-buku yang berkaitan dengan materidanberbagaisumberlainya. Tak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen matakuliah Qur’an Hadis 1 atas bimbingan dan arahan dalam penuisan makalah ini, sehingga dapat diselesaikan. Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis yang menjelaskan tentang Allah Tuhan dan Pencipta Alam Semesta, khususnya bagi penulis. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dalam penyusunan makalah ini.





Malang, 15 Februari 2015


Tim Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
TujuanPenulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
Allah SWT TuhanSemestaAlam 2
Allah SWT PenciptaLangit, Bumi, danSegalaIsinya 5
BAB III PENUTUP 14
Kesimpulan 14
DAFTAR PUSTAKA











BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Dalam setiap agama yang dianut oleh stiap umat, konsep ketuhanan merupakan hal mendasa yang menjadi knci keyakinan. Tuhan dianggap sebagai unsur kekuatan yang mampu memberikan segala hal yang dibutuhkan oleh hambanya. Bagi umat Islam, Allah SWT merupakan satu-satunya tempat bergantung dan memohon pertolongan. Tidak ada satupun hal yang mampu menyamai kuasa-Nya.
Allah SWT adalah dzat yang Maha Kuasa dan dengan kekuasaa-Nya Ia menciptakan langit dan bumi beserta seluruh isinya. Bertolak dari hal tersebut maka sangat perlu untuk mengetahi mengenai kuasa dan ciptaan Allah SWT sehingga semakin menambah iman kita kepada-Nya serta menghapus segala keraguan atas keagungan-Nya. Untuk itu maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai ayat dan hadis yang menjelaskan mengenai kuasa dan ciptaan yang Maha Kuasa.

Rumusan Masalah
Bagaimanakah bukti bahwa Allah SWT Tuhan Semesta Alam?
Bagaimanakah bukti bahwa Allah SWT Pencipta Alam Semesta?

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah, mahasiswa dapat memahami:
Bukti bahwa Allah tuhan semesta alam berupa ayat Al-Qur’an dan Hadis
Bukti bahwa Allah SWT adalah pencipta alam semesta berupa ayat Al-Qur’an dan Hadis









BAB II
PEMBAHASAN

Alloh Tuhan Semesta Alam (QS. Al-Fatihah : 2)
Alam semesta dan seluruh isinya merupakan tempat dimana manuisia dan seluruh makhluk hidup. Komposisi alam semesta ini terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, bumi, bulan, matahari, dan planet serta benda-benda hidup maupun benda mati lainya.
Kebesaran alam semesta ini menimbulkan berbagai ketakjuban dan pertanyaan. Bagaimana semua dapat tersusun rapi sesuai dengan kadarnya? Bagamana ini semua tercipta? Siapakah yang menciptakanya?
Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan tersebut maka alloh menjawab dalam al-qur’an bahwa Ia-lah tuhan semesta alam, tuhan yang maha sempurna dengan sifat-sifatnya sang maha pencipta dan maha pemelihara.
Dalam al-qur’an telah sangat jelas diterangkan bahwa alloh adalah tuhan semesta alam sebagaimana firman alloh dalam QS. Al-Fatihah : 2.
Artinya : “Segala puji bagi Alloh, Tuhan semesta alam”
Raaba arti aslinya: “Yang Empunya” (pemilik) di dalamnya terkandung arti: mendidik, yaitu menyampaikan sesuatu kepada keadaannya yang sempurna dengan berangsur-angsur.
“Alamin” artinya “semesta alam”, yakni semua jenis alam. Alam itu berjenis-jenis macamnya, yaitu alam tumbuh-tumbuhan, alam binatang, alam manusia, alam benda, alam makhluk yang bertubuh halus umpamanya malaikat, jin dan alam yang lain. Ada ahli tafsir mengkhususkan “Alamin” di ayat ini kepada makhluk-makhluk Allah yang berakal yaitu manusia, malaikat dan jin. Tetapi ini berarti mempersempit arti kata yang sebenarnya amat luas. Dengan demikian Allah itu pendidik semesta alam tak ada suatu juga dari makhluk Allah itu terjauh dari didikan-Nya.
Tuhan mendidik makhluk-Nya dengan seluas arti kata itu. Sebagai pendidik, Dia menumbuhkan, menjaga, memberikan daya (tenaga) dan senjata kepada makhluk itu guna kesempurnaan hidupnya masing-masing.
Siapa yang memperhatikan perjalanan bintang-bintang, menyelidiki kehidupan tumbuh-tumbuhan dan binatang di laut dan di darat, mempelajari pertumbuhan manusia sejak dari rahim ibunya, sampai ke masa kanak-kanak lalu menjadi manusia yang sempurna, tahulah dia bahwa tidak ada sesuatu juga dari makhluk Tuhan yang terlepas dari penjagaan, pemeliharaan, asuhan dan inayah-Nya.
Dalam tafsir Ibn Katsir dijelaskan mengenai ayat tersebut sebagai berikut :
 “Rabb” adalah pemilik, penguasa dan pengendali. Menurut bahasa, kata Rabb ditujukan kepada tuan dan kepada yang berbuat untuk perbaikan. Semua-nya itu benar bagi Allah Ta’ala. Kata ar-Rabb tidak digunakan untuk selain dari Allah kecuali jika disambung dengan kata lain setelahnya, misalnya “Rabb Daar” (pemilik rumah). Sedangkan kata ar-Rabb (secara mutlak), hanya boleh di gunakan untuk Allah Ta’ala.
Ada yang mengatakan, bahwa ar-Rabb itu merupakan nama yang agung (al-Ismul A’zham). Sedangkan (al-‘alamin) adalah bentuk jama’ dari kata (‘alam) yang berarti segala sesuatu yang ada selain Allah Ta’ala. (‘alam) merupakan bentuk jama’ yang tidak memiliki mufrad (bentuk tunggal) dari kata itu. (‘alam) berarti berbagai macam makhluk yang ada di langit, bumi, daratan maupun lautan. Dan setiap angkatan (pada suatu kurun/zaman) atau generasi disebut juga alam.
Bisyr bin Imarah meriwayatkan dari Abu Rauq dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas, “Alhamdulillahirabbil ‘aalamin. Artinya, segala puji bagi Allah pemilik seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi serta apa yang ada di antara keduanya, baik yang kita ketahui maupun yang tidak kita ketahui.”
Az-Zajjaj mengatakan, (‘alamin) berarti semua yang diciptakan oleh Allah di dunia dan di akhirat. Sedangkan al-Qurthubi mengatakan, apa yang dikatakan az-Zajjaj itulah yang benar, karena mencakup seluruh alam (dunia dan akhirat).
Menurut Ibnu Katsir (‘alamin) berasal dari kata (al-‘alam) karena alam merupakan bukti yang menunjukkan adanya Pencipta serta keesaan-Nya. Sebagaimana Ibnu al-Mu’taz pernah mengatakan: Sungguh mengherankan, bagaimana mungkin seorang bisa mendurhakai Rabb, atau mengingkari-Nya, padahal dalam setiap segala sesuatu terdapat ayat untuk-Nya yang menunjukkan bahwa Dia adalah Esa.
Sedangkan dalam tafsir Jalalain dijelaskan bahwa makna ari ayat tersebuat adalah :
(Segala puji bagi Allah) Lafal ayat ini merupakan kalimat berita, dimaksud sebagai ungkapan pujian kepada Allah berikut pengertian yang terkandung di dalamnya, yaitu bahwa Allah Taala adalah yang memiliki semua pujian yang diungkapkan oleh semua hamba-Nya. Atau makna yang dimaksud ialah bahwa Allah Taala itu adalah Zat yang harus mereka puji. Lafal Allah merupakan nama bagi Zat yang berhak untuk disembah.
(Tuhan semesta alam) artinya Allah adalah yang memiliki pujian semua makhluk-Nya, yaitu terdiri dari manusia, jin, malaikat, hewan-hewan melata dan lain-lainnya. Masing-masing mereka disebut alam. Oleh karenanya ada alam manusia, alam jin dan lain sebagainya. Lafal ‘al-`aalamiin’ merupakan bentuk jamak dari lafal ‘`aalam’, yaitu dengan memakai huruf ya dan huruf nun untuk menekankan makhluk berakal/berilmu atas yang lainnya. Kata ‘aalam berasal dari kata `alaamah (tanda) mengingat ia adalah tanda bagi adanya yang menciptakannya.
Dalam Shahih Bukhori, at Ta’bir : 6470 dan Imam Nawawi, al Adzkar, hal. 82 telah dijelaskan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim sebagai berikut :
 Artinya : “Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”.
Ayat-ayat lainnya yang menjelaskan bahwa Allah Ta’ala adalah Tuhan Seru Sekalian Alam, yaitu:
QS. Al-Baqarah [2] : 131
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”.
QS.  Al-Ma’idah [5] : 28
 “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam”.
QS.  Al-‘An`am [6] : 45
Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
QS.  Al-‘A`raf [7] : 61
Nuh menjawab: “Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam”.
QS.  Al-‘A`raf [7] : 67
Hud herkata “Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam.
QS.  Al-‘A`raf [7] : 104
Dan Musa berkata: “Hai Fir’aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam.
QS.  Al-‘A`raf [7] : 121
Mereka berkata: “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam
B. Allah SWT Pencipta Langit, Bumi, dan Segala Isinya (QS. 25:59)
الَّذِيْ خَلَقَ السَّموت وَاْلاَرْضَ وَماَ بَيْنَهُماَ فِيْ سِتَّةِ اَياَّمٍ سُمَّ اسْتَوى عَلَى العَرْشِ,  الرَّحْمنُ فَسْئَلْ بِه خَبِيْرَا
 Artinya : “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam diatas ‘Arsy, (Dialah) Yang Maha Pengasih, maka tanyakan (tentang Allah) kepada orang yang lebih mengetahui.
Alla-dzii khalaqas samaawaati wal ar-dha wa maa bainahumaa fii sittati ayyamin tsummas tawaa’alal ‘arsyi artinya : Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam diatas ‘Arsy.
Enam masa ini adalah sebagai berikut :
Fase Pertama
Artinya: “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya…”(Q.S. Al-Anbiya [21] :30)

Ini dimulai dengan sebuah ledakan besar (bigbang) sekitar 12-20 miliar tahun lalu. Inilah awal terciptanya materi, energi, dan waktu. “Ledakan” pada hakikatnya adalah pengembangan ruang. Materi yang mula-mula terbentuk adalah hydrogen yang menjadi bahan dasar bagi bintang-bintang generasi pertama. Hasil fusi nuklir antara inti-inti hydrogen, meghasilkan unsur-unsur yang lebih berat, seperti karbon, oksigen, sampai besi atau disebut juga Nukleosintesis Big Bang.
FaseKedua
Artinya : “Dia-lah Allah, yang menjadikansegala yang ada di bumiuntukkamudanDiaberkehendak (menciptakan) langit, laludijadikan-Nya tujuhlangit. danDiaMahamengetahuisegalasesuatu” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 29)
Masa ini adalah pembentukan langit. Pengetahuan saat ini menunjukan bahwa langit biru hanyalah disebabkan hamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel atmosfer. Di luar atmosfer langit biru tak ada lagi, yang ada hanyalah titik cahaya bintang , galaksi, dan benda-benda langit lainnya. Jadi, langit bukanlah hanya kubah biru yang ada di atas sana, melainkan keseluruhan yang ada di atas sana (bintang-bintang, galaksi, dan benda-benda langit lainnya), maka itulah hakikat langit yang sesungguhnya. Adapun dalam fase ini, pembentukan bintang-bintang di dalam galaksi yang masih berlangsung hingga saat ini.
FaseKetiga
Pada masa inidalampenciptaanalamsemestaadalah proses penciptaantatasurya, termasukbumi. Selainitupada masa inijugaterjadi proses pembentukanmataharisekitar 4,6miliartahunlaludanmulai di pancarkannyacahayadananginmatahari. Proto-bumi (bayibumi) yang telahterbentukterusberotasimenghasilkanfenomenasiangdanmalam di bumisebagaimana yang Allah SWT firmankandenganindah :
Artinya : “dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang.” Q.S An-Nazi’at [79] : 29
FaseKeempat
Bumi yang terbentukdaridebu-debuantarbintang yang dinginmulaimenghangatdenganpemanasansinarmataharidanpemanasandaridalam (endogenik) daripeluruhan unsure-unsurradioaktif di bawahkulitbumi.
Akibatpemanasanendogenikitumateri di bawahkulitbumimenjadilebu,antara lain munculsebagai lava darigunungapi. Batuanbasalt yang menjadi  dasarlautandangranityang menjadibatuanutama di daratanmerupakanhasilpembekuanmaterileburantersebut. Pemadatankulitbumiyangmenjadidasarlautandandaratanitulah yang tampaknyadimaksudkan “penghamparanbumi” .sebagaimana Allah SWT berfirman :
Artinya :“danbumisesudahitudihamparkan-Nya.”(Q.S. an-Naziat [79] :30)
FaseKelima
Hadirnya air danatmosfer di bumimenjadiprasyaratterciptanyakehidupan di bumi. Sebagaimanafirman Allah SWT :
Artinya :“…dandari air Kami jadikansegalasesuatu yang hidup… “ (Q.S. al-anbiya [21] : 30
Selainitu, pemanasanmataharimenimbulkanfenomenacuacadibumi, yakniawandanhalilintar. Melimpahnya air lautdankondisiatmosferpurba yang kaya akan gas metan (CH4) danammonia (NH3) sertasamasekalitidakmengandungoksigenbebasdenganbantuanenergilistrikdanhalilintardidugamenjadiawalkelahiran senyawaorganik. Senyawaorganik yang mengikutialiran air akhirnyatertumpuk di laut. Kehidupandiperkirakanbermuladarilaut yang hangatsekitar 3,5miliartahunlaluberdasarkanfosiltertua yang pernahditemukan. Sebagaimanadikembalikanpadasurat Al Anbiya [21] ayat 30 yang telahmenyebutkanbahwasannyasemuamakhlukhidupberasaldari air.
FaseKeenam
Masa keenamdalam proses penciptaanalaminiadalahdenganlahirnyakehidupan di bumi yang dimulaidarimakhlukberseltunggaldantumbuh-tumbuhan. Hadirnyatumbuhandan proses fotosintesissekitar 2 miliartahunlalumenyebabkanatmosfermulaiterisidenganoksigenbebas. Pada masa ini pula proses geologis yang menyebabkanpergeseranlempengantektonikdanlahirnyarantaipegunungan di bumiterusberlanjut.
Allah yang kekal hidup-Nya dan mengetahui semua makhluk-Nya. Juga mempunyai kodrat (kekuasaan) untuk menjadikan apa saja yang dikehendaki dan Dialah yang telah menjadikan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada diantara keduanya didalam waktu enam hari, yang hanya Dia sendiri yang mengetahui ukurannya. Setelah langit dan bumi diciptakan, Dia pun bersemayam diatas ‘Arsy mengendalikan segala urusan pemerintahan yang telah dijadikan itu.
Allah bersemayam diatas ‘Arsy adalah secara layak dengan keagungan-Nya yang suci. Allah menjadikan langit dan bumi dalam enam hari, sedangkan sesungguhnya Dia mampu menciptakan segala sesuatu dalam sekejap mata, untuk memberi pengertian dan pelajaran kepada makhluk-Nya bahwa melaksanakan sesuatu dengan cara berangsur-angsur agar kita dapat menelitinya dengan baik.
Ar-rahmaanu artinya : Allah itu Maha Besar Rahmat-Nya.
Dialah, Allah Yang Maha Pemurah, yang layak kita bersujud kepada-Nya dan kita membesarkan-Nya atau mengagungkan-Nya.
Fas-al bihii khabiiraa artnya : Maka bertanyalah kepada orang yang mengetahui tentang hal itu.
Tanyakanlah tentang kejadian langit, bumi, dan segala apa yang berada di antara keduanya kepada orang yang banyak mengetahui tentang keadaannya supaya dia menerangkan kepadamu mengenai hakikatnya.
Yang dimaksud dengan “orang yang banyak mengetahui” disisi Allah adalah Allah sendiri. Karena hanya Allahlah yang mengetahui penjelasan-penjelasan yang terperinci dari makhluk-makhluk itu. Adapun  yang dimaksud dengan “hari-hari” di sini adalah keadaan dan perkembangannya dari satu fase ke fase yang lain.
Ada yang berkata bahwa yang dimaksud dengan “orang yang banyak mengetahui” di sini adalah Allah sendiri atau Jibril atau orang-orang yang mengetahuinya dengan perantaraan kitab-kitab terdahulu.
اَللهُ الَّذِيْ جَلَقَ سَبْعَ سَموتٍ وَّمِنَ اْلاَرْضِ مِثْلَهُنَّ,  يَتَنَزَّلُ اْلاَمْرُبَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوْآ اَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍقَدِيْرٌ,  وَّاَنَّ اللهَ قَدْ اَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍعِلْمًا
“Allahlah yang Telah Menciptakan Tujuh Langit, dan Seperti Itu Pula Bumi. Perintah Allah Berlaku Padanya, Agar Kamu Mengetahui Bahwasanya Allah Maha Kuasa Atas Segala Sesuatu dan Sesungguhnya Allah, Ilmu-Nya Benar-Benar Meliputi Segalanya. (QS. Ath-Thalaaq[65]: 12)

Wassaaful Marfuu' (Atap yang Ditinggikan) : Langit. Samkaha (Meninggikannya) : Membangunnya. Al Hubuq (Jalan-jalan) : Kedataran dan Keindahannya. Wa’adzinat (Dan, Patuh) : Mendengar dan Taat. Wa’alaqat (Dan Memuntahkan) : Mengeluarkan Apa-apa yang Ada di Dalamnya dari yang Sudah Mati. Wa Takhallat (Dan, Menjadi Kosong) dari Mereka. Thahaaha (Dihamparkan) : Dibentangkannya. Bis-saahirah (Dipermukaan bumi) Tempat Dimana Hewan tidur dan Terjaga.
1385- عَنْ سَعِيْدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَمْرِوبْنِ نُفَيْلٍ أَنَّهُ خَاصَمَتْهُ أَرْوَى فِي حَقِّ زَعَمَتْ أَنَّهُ انْتَقَصَهُ لَهَا إِلَى مَرْوَانَ فَقَالَ سَعِيْدُ: أَنَا أَنْتَقِصُ مِنْ حَقِّهَا شَيْىئاً.  أَشْهَدُ لَسَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ <> يَقُوْلُ: مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ اْلارْضِ ظُلْمًا فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ القِيَا مَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ .

1385. Dari Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nufail, ia dibantah oleh para musuh terhadap hak kepemilikan sebidang tanah. Kemudian Sa’id berkata : “Apakah aku mengambil sesuatu atau mengurangi haknya ? Aku bersaksi, aku benar-benar mendengar Rasulullah bersabda, ‘Barang siapa yang mengambil sejengkal tanah secara zhalim, sesungguhnya ia akan dibebani tujuh bumi pada hari kiamat nanti’.

5.5- وَفِي رِوَايَةٍ مُعَلَّقَةٌعَنْهُ: دَخَلَتْ عَلَى النَّبِيّ
505. Dalam satu riwayat terkait menyatakan, “Aku masuk menemui Nabi SAW.

وَهُوَ الَّذِى جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُوابِهَافِى ظُلُمَتِ الْبَرِّوَالْبَحْرِ.  قَدْ فَصَّلْنَااْلأَيَتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan didarat dan dilaut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Al-An’am 6 : 97).

هُوَاللهُ الْخَالِقُ الْبَاَرِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْاَسْمَآءُ الْحُسْنَى.  يُسَبِّحُ لَهُ مَافِى السَّموَاتِ وَالْاَرْضِ.  وَهُوَالْعَزِيْزُالْحَكِيْمُ
“Dialah, Allah yang mencipta, yang mengadakan (menjadikan), dan yang membentuk rupa. Dia mempunyai nama-nama yang indah (asma’ul husna). Apa yang ada dilangit dan dibumi bertasbih kepada-Nya; dan Dia Maha Keras tuntutan-Nya lagi Maha Hakim.”

Huwallaahul Khaaliqul baari-ul mu-shawwiru lahul asmaa-ul husnaa artinya : Dialah, Allah yang mencipta, yang mengadakan (menjadikan), dan yang membentuk rupa. Dia mempunyai nama-nama yang indah (Asma’ul Husna).
Dialah, Allah yang menciptakan semua makhluk-Nya, yang melahirkan mereka kedalam kenyataan menurut sifat dan bentuk yang dikehendaki-Nya. Dia mempunyai sifat-sifat yang indah, yang tidak dipunyai oleh siapa pun.
Ibn Abbas meriwayatkan bahwa nama Allah yang besar (al-Ismul A’zham) terdapat dalam enam ayat yang terakhir dalam surat al-Hasyr ini. Ali, menurut riwayat al-Barra’, menyatakan : “Hai Barra’, jika kamu mau berdo’a kepada Allah dengan nama-Nya yang a’zham, bacalah sepuluh ayat pada permulaan surat al-Hadiid dan akhir dari surat al-Hasyr. Sesudah itu mohonlah kepada Allah tentang apa yang kamu kehendaki.
Yang diperlukan dalam berdo’a adalah ketulusan hati dan keheningan jiwa (hati). Ayat-ayat ini adalah ayat yang dapat mengheningkan jiwa dan menjadikan do’a diterima oleh Allah.
Yusabbihu lahuu maa fis samaawaati wal ardhi artinya : Apa yang ada dilangit dan dibumi bertasbih kepada-Nya.
Semua isi langit dan bumi bertasbih kepada Allah. Masing-masing mereka melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Kita sajalah yang tidak dapat memahami tasbih mereka.
Wa huwal ‘aziizul hakim artinya : Dan Dia Maha Keras tuntutan-Nya lagi Maha Hakim.
Allah-lah yang Maha Keras tuntutan-Nya dan Maha Menyiksa musuh-musuh-Nya lagi Maha Hakim dalam menyusun dan mengurus segala masalah makhluk-Nya. Dialah yang sempurna kodrat.Nya dan Maha sempurna Ilmu.Nya.

هُوَالَّذِى خَلَقَ السَّموَاتِ وَالْاَرْضَ فِى سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ.  يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى الْاَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَآءِ وَمَايَعْرُجُ فِيهَا.  وَهُوَمَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْ.  وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
"Dialah Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi  dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya. Dia mengetahui apa yang diturunkan dari langit. Dia bersamamu dimana saja kamu berada; dan Allah melihat semua apa yang kamu kerjakan.”

لَهُ مُلْكُ السَّموَاتِ وَالْاَرْضِ.  وَالَى اللهِ تُرْجَعُالْاُمُوْرُ
“Hanya kepunyaan-Nya pemerintahan langit dan bumi; dan kepada-Nya segala sesuatu dikembalikan.”

يُولِحُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِوَيُولِجُ النَّهَارَفِى الَّيْلِ. وَهُوَ عَلِيْمٌ بِذَا تِ الصُّدُوْرِ
“Dia memasukkan malam ke dalam siang dan Dia memasukkan siang ke dalam malam; Dia mengetahui semua isi dada.”
Huwalladzii khalaqas samaawaati wal ar-dha fii sittati ayyaamin tsummas tawaa ‘alal ‘arsyi artinya : Dialah Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi  dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy.
Allahlah yang telah menciptakan tujuh petala (lapis) langit dan tujuh petala bumi. Dia telah menjadikan langit-langit dan bumi itu dalam enam masa, walaupun Dia berkuasa menjadikannya dalam sekejap mata. Ini dimaksud supaya kita, para hamba, bertindak hati-hati dan teliti, tidak tergesa-gesa dalam menyelesaikan sesuatu pekerjaan. Selain itu juga untuk menegaskan bahwa menciptakan langit dan bumi adalah lebih besar daripada menciptakan manusia.
Ulama salaf berpendapat bahwa pengertian “Kemudian Allah bersemayam di atas ‘Arsy” diserahkan sepenuhnya kepada Allah, bagaimana Dia bersemayam itu. Sedangkan para ulama khalaf memberikan takwil, dengan mengatakan bahwa makna Allah bersemayam di atas ‘Arsy adalah Allah mengatur segala urusan-Nya setelah selesai menciptakannya.
Ya’lamu maa yaliju fil ar-dhi wa maa yakh-ruju minhaa artinya : Dia mengetahui apa yang masuk kedalam bumi dan apa yang keluar dari padanya.
Allah mengetahui apa yang masuk kedalam bumi, baik berupa tumbuh-tumbuhan ataupun biji-bijian, barang logam, emas, perak, sebagainya. Begitu pula Allah mengetahui apa yang keluar dari dalam bumi.
Wa maa yanzilu minas samaa’I  artimya : Dia mengetahui apa yang diturunkan dari langit.
Allah pula yang mengetahui apa yang turun dari langit, seperti malaikat, hujan, dan sebagainya.
Wa maa ya’ruju fiihaa artinya : Dan apa yang naik ke langit.
Allah mengetahui pula apa yang naik ke langit berupa uap, air atau amal salah, dan para malaikat.
Wa huwa ma’akum aina maa kuntum artinya : Dia bersamamu dimanapun kamu berada.
Allah melihat semua perbuatanmu dimana saja kamu berada. Lafal ini adalah suatu perumpamaan bahwa ilmu Allah itu meliputi semua apa yang diperbuat manusia, walaupun dimana saja mereka berada.
WAllahu bi maa ta’maluuna ba-shiir artinya : Dan Allah melihat semua apa yang kamu kerjakan.
Allah senantiasa memperhatikan semua perbuatanmu dan senantiasa melihat semua  perbuatanmu. Tidak ada sesuatu apapun yang tersembunyi bagi-Nya.
Lahuu mulkus samaawaati wal ar-dhi wa ilAllahi turja’ul umuur artinya : Hanya kepunyaan-Nya pemerintahan langit dan bumi; dan kepada-Nya sesuatu dikembalikan.
Allahlah yang memiliki langit dan bumi dengan semua isinya. Dia sendirilah yang mengatur semua urusan-Nya , dan kepada Allah semua makhluk kembali.
Yuulijul laila fin nahaari wa yuulijun nahaara fil laili artinya : Dia memasukkan malam kedalam siang dan Dia memasukkan siang kedalam malam.
Allah menakdirkan siang dan malam menurut hikmah-Nya. Maka, kadang-kadang malam itu lebih panjang daripada siang, kadang-kadang sebaliknya, siang lebih panjang dari pada malam. Tetapi kadangkala keduanya, siang dan malam adalah sama.
Wa huwa ‘alimuum bi dzaatish shuduur artinya : Dia mengetahui semua isi dada.
Allah mengetahui semua rahasia, bagaimanapun halusnya. Dia mengetahui semua makhluk, sebagaimana Allah mengetahui  semua amalan mereka yang nyata, baik berupa kebajikan atau kejahatan (kemaksiatan).

BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
(Segala puji bagi Allah) Lafal ayat ini merupakan kalimat berita, dimaksud sebagai ungkapan pujian kepada Allah berikut pengertian yang terkandung di dalamnya, yaitu bahwa Allah Taala adalah yang memiliki semua pujian yang diungkapkan oleh semua hamba-Nya.
(Tuhan semesta alam) artinya Allah adalah yang memiliki pujian semua makhluk-Nya, yaitu terdiri dari manusia, jin, malaikat, hewan-hewan melata dan lain-lainnya. Masing-masing mereka disebut alam. Oleh karenanya ada alam manusia, alam jin dan lain sebagainya.
Allah pencipta langit dan bumi sesuai dengan ayat : “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam diatas ‘Arsy, (Dialah) Yang Maha Pengasih, maka tanyakan (tentang Allah) kepada orang yang lebih mengetahui
Fase penciptaan bumi (sittati ayyam) :
Dimulai dengan sebuah ledakan besar (bigbang)
Pembentukan langit
Proses penciptaan tata surya, termasuk bumi
Pemanasan sinar matahari dan pemanasan dari dalam (endogenik)
Hadirnya air dan atmosfer
Kehidupan di bumi


DAFTAR PUSTAKA

AzharuddinSahil, 2009, Indeks Al-Qur’an :PanduanMudahMencariAyatdan Kata Dalam Al-Qur’an, (Bandung : MizanPustaka)
Al-Qur’an dan Terjemahan, Mushaf Al-Azhar (QS.25:59)
M. Kholilurrohman Al Mahfani, 2006, Keutamaan Do’a dan Dzikir untuk Hidup Bahagia Sejahtera, (Jakarta : Wahyu Media)
Muhammad Nashiruddin Al Albani, 2007, Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 3, (Jakarta : Pustaka Pelajar)
Muhammad Saed Abdurrahman, 2009, Tafsir Ibn Katsir Juz’ 1 (Part 1): Al-Fatihah 1 to Al-Baqarah 141 2nd Edition, (London : MSA Publication Limited)
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, 2000, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nuur 4 (Surat 24-41), (Semarang :PustakaRizki Putra)


Fitroh ( potensi dasar ) manusia dan Implikasinya dalam pendidikan

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM
“POTENSI-POTENSI DASAR (FITRAH) MANUSIA, TUGAS DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN”
Dosen Pengampu :
Prof. Dr.H. Muhaimin M.A







Disusun oleh :
Saiful Rijal (13110113)
Adelina Damayanti (13110043)
Lusi Harianti (13110169)

( KELAS : PAI A )

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI  MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
                    Alhamdulillahirabbil‘alamin. Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan pengetahuan yang dimiliki, kami mencoba membuat makalah ini dengan judul “Potensi-potensi Dasar (fitrah) Manusi, Tugas dan Implikasinya terhadap Pendidikan” guna memenuhi tugas pada mata kuliah “Ilmu Pendidikan Islam”.
 Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang yakni Agama Islam.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada “Prof. Dr.H. Muhaimin M.A selaku dosen pengampu bidang studi yang telah memberikan motivasi dan bimbingan kepada kami dalam penyusunan makalah ini, khususnya bagi kami yang masih serba kekurangan dalam pemahaman materi.
Kami telah berusaha maksimal untuk menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin, dan apabila ada kesalahan atau kekurangan dalam makalah ini, kami mohon maaf. Oleh karena itu, segala kritik dan saran demi perbaikan makalah ini sangat kami harapkan.
Akhirnya kami menyampaikan terima kasih yang banyak kepada semua pihak yang telah membantu kami, semoga segala amal baiknya selalu mendapat pahala dari Allah Swt., Amin.
Malang, 15 Februari 2015

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN
       1.1    Latar Belakang 1
       1.2    Rumusan Masalah 1
       1.3    Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Manusia. 2
Potensi-potensi Dasar (fitrah) Manusia 2
Tugas Manusia di bumi 6
Implikasi Manusia dalam pendidikan 7
BAB III PENUTUP
       Kesimpulan 10
DAFTAR PUSTAKA iii




BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah SWT tidak lain hanya untuk mengabdi dan beribadah. Dan juga bertugas untuk mengemban amanah untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar manusia dapat hidup sejahtera dan makmur lahir dan batin. Begitu spesialnya manusia diciptakan oleh Allah SWT. Dengan di berinya potensi, maka manusia dapat berpikir dan mengembangkan potensi yang terdapat pada dirinya. Mengembangkan potensi tersebut salah satunya melalui dunia pendidikan.
Manusia diberi kelebihan oleh Allah SWT yang digunakan untuk menjaga dan melestarikan alam ini sebaik mungkin. Dia diberi wewenang untuk menjadi kholifah di bumi bukan malah menjadi perusak alam dengan potensi yang telah dimilikinya. Sedangkan makhluk lain tidak sesempurna manusia yang tidak di karuniai akal fikiran namun manusia banyak melalaikan tugasnya bahkan tidak jarang mereka malah mengeksploitasi secara berlebihan dengan kemampuan yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Rumusan Masalah
Apakah Pengertian Manusia?
Bagaimanakah Potensi-potensi Dasar (fitrah) Manusia?
Bagaimanakah Tugas manusia di dunia ?
Apa Implikasi Manusia Terhadap Pendidikan?

Tujuan Penulisan
Mengetahui Pengertian Manusia
Mengetahui Potensi-potensi Dasar (fitrah) Manusia
Mengetahui Tugas di dunia ?
Mengetahui Implikasi Manusia Terhadap Pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

 Pengertian Manusia
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna dan ciptaan yang terbaik. Ia di lengkapi dengan akal pikiran. Dalam hal ini Ibnu ‘Arabi melukiskan hakikat manusia dengan mengatakan bahwa, “ tidak ada makhluk Allah yang lebih bagus daripada manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berpikir dan memutuskan. Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan syarat-syarat yang diperlukan bagi pengemban tugas dan fungsinya sebagai makhluk Allah di bumi”.

Potensi-potensi Dasar (fitrah) Manusia
Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik diantara makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah atau unsur fisiologis. Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut potensialitas. Yang menurut islam dinamakan “Fitrah”.
Secara etimologis, asal kata fitrah berasal dari kata bahasa arab, yaitu ”Fitratun” jamaknya ”Fitarun,” artinya perangai, tabiat, kejadian asli, agama, ciptaan. Fitrah juga terambil dari akar-akar kata ”al-Fathr” yang berarti belahan. Dari makna ini lahir makna-makna lain, antara lain ”pencipta” atau ”kejadian”.
Dalam al-Qur’an, menurut Quraish Shihab, kata fitrah dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 28 kali, 14 di antaranya dalam konteks uraian tentang bumi dan atau langit. Sisanya dalam konteks penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia. Berbeda halnya dengan pendapat Quraish Shihab, menurut Muhammad Abdul Baaqi yang dikutip oleh Muis Sad Imam, kata fitrah dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 20 kali dengan berbagai bentuknya, dalam 19 ayat
Menurut Hasan Langgulung, yang disitir oleh Samsul Nizar, bahwa fitrah diartikan sebagai potensi-potensi yang dimiliki manusia yang merupakan suatu keterpaduan yang tersimpul dalam al-Asma’ al-Husna Allah (sifat-sifat Allah).
Dengan mencermati pendapat-pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa makna fitrah manusia adalah sesuatu kekuatan atau kemampuan (potensi terpendam) yang menetap pada diri manusia sejak awal kejadiannya sebagai sifat kodrati, untuk komitmen terhadap keimanan kepada-Nya, cenderung kepada hanif (kebenaran), dan potensi itu merupakan ciptaan Allah.
Dari sini telah dirasa cukup dalam menjelaskan definisi fitrah, sehingga agar dapat mencakup secara holistik mengenai fitrah itu sendiri di dalam ajaran Islam yang didasari oleh al-Qur’an dan al-Hadist, maka di bawah ini akan dilanjutkan dengan pemaparan mengenai fitrah dalam tinjauan al-Qur’an dan al-Hadist. Yakni QS. Ar-Rum (30): 30.
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٣٠
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah. Yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya”.
Adapun sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi:
كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه
 “ Tiap-tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak ibulah yang menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi” (HR. Muslim).
Berdasarkan makna fitrah diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadiannya membawa potensi beragama yang lurus, dan dipahami oleh para ulama sebagai tauhid. Dengan demikian potensi dasar manusia menurut penjelasan ayat diatas adalah tauhid, yaitu ketundukkan dan penyerahan totalitas diri manusia kepada Tuhannya dzat Yang Maha Tunggal.
Secara garis besar manusia memiliki empat potensi yang utama, yang secara fitrah sudah di anugrahkan Allah kepada manusia sejak lahir.

Pembagian Fitrah antara lain:
Hidayat al- Ghariziyyat (potensi naluriah)
Dorongan ini adalah merupakan dorongan yang bersifat primer yang berfungsi untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan hidup manusia. Di dalam potensi ini terkandung beberapa unsur insting, dorongan ingin tahu, memelihara harga diri, dorongan seksual, dorongan mempertahankan diri, dan dorongan primer lainnya, yang pada intinya merupakan dorongan manusia untuk mempertahankan hidup. Setiap manusia yang lahir membawa insting, yaitu berupa daya akal yang berguna untuk mengembangkan potensi dasar yang dimilikinya.
Kemudian insting mempertahankan diri ini berfungsi untuk memelihara manusia dari ancaman yang datang dari luar dirinya. Selain itu manusia juga memiliki naluri untuk mengembangkan diri. Naluri ini disebut naluri seksual. Dengan adanya naluri seksual ini manusia dapat mengembangkan dirinya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Dorongan-dorongan yang ada pada diri manusia tersebut sudah melekat pada dirinya sejak lahir. Dorongan tersebut diperoleh tanpa melalui proses belajar, karena dorongan-dorongan itu bersifat naluriah dan siap.
Hidayat al-Hissiyat (potensi inderawi)
Potensi ini erat kaitannya dengan peluang manusia untuk mengenal sesuatu di luar dirinya. Melalui media indera yang di milikinya, manusia dapat mengenal suara, cahaya, warna dan aroma maupun bentuk sesuatu. Jadi, indera berfungsi sebagai media yang menghubungkan manusia dengan dunia luar dirinya.
Hidayat al-Aqliyat (potensi akal)
Potensi akal merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Dengan adanya potensi akal ini manusia dapat meningkatkan dirinya melebihi makhluk lainnya. Dengan potensi akal tersebut manusia dapat mengenal simbol-simbol dan hal-hal abstrak, menganalisa, membandingkan maupun membuat kesimpulan, dan selanjtnya memilih dan membedakan antara yang benar dan yang salah. Kemampuan akal mendorong menusia untuk berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan dan peradaban. Manusia dengan kamampuan akalnya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa lingkungan menuju situasi kehidupan yang lebih baik.
Hidayat al-Diniyyat (potensi beragama)
Dalam diri manusia sudah ada potensi keagamaan, yaitu berupa dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang diyakininya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam pandangan antropolog, dorongan ini dimanifestasikan dalam bentuk percaya terhadap kekuasaan supranatural (belief of supranatural being). Kecenderungan manusia untuk selalu percaya terhadap hal-hal yang bersifat rohani dan abstrak, sebagaimana ia beragama dan bertuhan merupakan cerminan nature manusia sekaligus merupakan bentuk pernyataan penyerahan diri manusia kepada Tuhannya.
Tugas Manusia di bumi
Tugas manusia meliputi tugas-tugas vertikal dan tugas-tugas horizontal. Suatu tugas disebut sebagai tugas vertikal bila berhubungan langsung dengan Allah. Sementara suatu tugas disebut sebagai tugas horizontal apabila tugas tersebut berkaitan dengan makhluk (diri sendiri, orang lain, makhluk hidup lain, makhluk ghaib).
Tugas Vertikal (hubungan manusia dengan Allah)
Memiliki pengetahuan tentang bagaimana menjalin hubungan dengan Allah
Memiliki kemampuan untuk melakukan ibadah mahdhah (ibadah terstandarisasi) kepada Allah.
Memiliki kemampuan untuk melakukan ibadah ghairu mahdhah (ibadah bebas)
Memiliki pengalaman puncak saat/sesudah berhubungan dengan Allah
Tugas manusia yang berhubungan dengan manusia (horizontal)
Memiliki kesadaran tentang tanggung jawab terhadap semua makhluk
Memiliki wawasan atau pengetahuan yang memadai tentang makhluk hidup
Memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis dalam bidang tertentu (bidang yang memiliki manfaat dalam kehidupan bersama manusia)
Memiliki kemampuan memahami diri sendiri
Memelihara dan mengembangkan kekuatan dan kesehatan fisik
Memiliki kemampuan mengontrol dan mengembangkan diri sendiri
Memiliki kemampuan menjalin relasi dengan sesama makhluk
Membebaskan diri dari pengaruh makhluk ghaib (jin, setan, iblis)
Implikasi Manusia dalam pendidikan
Alat-alat potensial dan berbagai potensial dasar atau fitrah manusia tersebut harus ditumbuh kembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang hayatnya. Manusia diberikan kebebasan untuk berikhtiar mengembangkan alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut. Namun demikian, dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat lepas dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam, hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri, yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung pada kemauan manusia. Hukum-hukum inilah yang disebut dengan taqdir (Keharusan universal)
Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah manusia itu juga dipengaruh oleh faktor-faktor hereditas, lingkngan alam, lingkungan sosial, sejarah. Dalam ilmu-ilmu pendidikan ada 5 macam faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan, yaitu tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan. Karena itulah maka minat, bakat, kemampuan (skill), sikap manusia yang diwujudkan dalam kegiatan ikhtiarnya dan hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya tersebut bermacam-macam.
Fitrah berisi daya-daya yang wujud dan perkembangannya tergantung pada usaha manusia sendiri. Oleh karena itu fitrah harus dikembalikan dalam bentuk-bentuk keahlian, laksana emas atau minyak bumi yang terpendam di perut bumi, tidak ada gunanya kalau tidak digali dan diolah untuk manusia. Di sinilah letak tugas utama pendidikan. Sedangkan pendidikan sangat dipengaruhi oleh factor pembawaan dan lingkungan (nativisme dan empirisme). Namun ada perbedaan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum. Pendidikan Islam berangkat dari filsafat pendidikan theocentric, sedangkan pendidikan umum berangkat dari filsafat anthropocentric.
Theocentric memandang bahwa semua yang ada diciptakan oleh Tuhan, berjalan menurut hukum-Nya. Filsafat ini memandang bahwa manusia dilahirkan sesuai dengan fitrah-Nya dan perkembangan selanjutnya tergantung pada lingkungan dan pendidikan yang diperoleh. Sedang seorang guru hanya bersifat membantu, serta memberikan penjelasan-penjelasan sesuai dengan tahap perkembangan pemikiran serta peserta didik sendirilah yang harus belajar. Sedangkan filsafat anthropocentric lebih mendasarkan ajaran pada hasil pemikiran manusia dan berorientasi pada kemampuan manusia dalam hidup keduniawian. Dalam pendidikan Islam hidayah Allah menjadi sumber spiritual yang menjadi penentu keberhasilan akhir dari proses ikhtiyariah manusia dalam pendidikan.
Fitrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan dapat dijelaskan lebih lanjut dengan:
Pemberian stimulus dan pendidikan demokratis
Manusia ditinjau dari segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai, “Physically and biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan moral memang belum selesai, “morally is unfinished”.
Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang reaktif, melainkan responsif, sehingga ia menjadi makhluk yang responsible (bertanggung jawab). Oleh karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memberikan stimulus dan dilaksanakan secara demokratis.
Kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris.
Dengan bantuan kajian psikologik, implikasi fitrah manusia dalam pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa jasa pendidikan dapat diharapkan sejauh menyangkut development dan becoming sesuai dengan citra manusia menurut pandangan islam.
Konsep fitrah dan aliran konvergensi
Dari satu sisi, aliran konvergensi dekat dengan konsep fitrah walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatannya:
Pertama: Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan,
Kedua: Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.
Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku sehingga tidak bisa dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Karenanya, lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang potensial

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari Uraian di atas dapat disimpulkan :
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna dan ciptaan yang terbaik. Ia di lengkapi dengan akal pikiran serta makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan syarat-syarat yang diperlukan bagi pengemban tugas dan fungsinya sebagai makhluk Allah di bumi
Fitrah manusia adalah sesuatu kekuatan atau kemampuan (potensi terpendam) yang menetap pada diri manusia sejak awal kejadiannya sebagai sifat kodrati, untuk komitmen terhadap keimanan kepada-Nya, cenderung kepada hanif (kebenaran), dan potensi itu merupakan ciptaan Allah.
Fitrah itu terbagi menjadi empat bagian yaitu :
Hidayat al- Ghariziyyat (potensi naluriah)
Hidayat al-Hissiyat (potensi inderawi)
Hidayat al-Aqliyat (potensi akal)
Hidayat al-Diniyyat (potensi beragama)
Tugas manusia di bumi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu Tugas Vertikal (hubungan manusia dengan Allah) dan Tugas manusia yang berhubungan dengan manusia (horizontal)
Implikasi manusia dalam pendidikan dapat dijelaskan dengan Pemberian stimulus dan pendidikan demokratis Kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris Konsep fitrah dan aliran konvergensi

DAFTAR PUSTAKA

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: AMZAH) hal 1
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara)hal 88
http://chokogitho.blogspot.com/2009/07/fitrah-manusia-dan-implikasi-dalam.html
Triyo Supriyatno, Humanitas Spiritual dalam Pendidikan, (Malang: UIN Press) hal 89-90
Fuad Nashori, Potensi-potensi Manusia (seri psikologi Islam), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 47
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakrya, 2002) hlm 19